Misteri Pembunuhan di Apartemen Soho – Review Last Night in Soho
Saya baru mengetahui bahwa SOHO merupakan singkatan dari
Small Office Home Office,
sebutan untuk Apartemen kecil di Inggris. Soho adalah salah satu kawasan
hiburan malam terkenal di Manchester, London. Pusat Showbizz dan kriminalitas.
Berbagai restoran, bar, hotel, nightclub, hingga bioskop berdiri di jalan
tersebut. Meskipun sebagian daerah itu terkenal dengan reputasi tempat penuh
dosa, dimana
pertunjukan striptis dimulai setiap malam dan para pria hidung belang mencari
wanita untuk diajak tidur tapi pesonanya tidak pernah padam untuk menarik orang
orang datang kesana.
Last Night
in Soho merupakan surat cinta sang sutradara Edgar Wright kepada kota London
dengan nuansa tahun 60 an. Dimana masa itu grup band legendaris Rolling Stone
nongkrong bareng dengan Putri Margaret di Soho. Jadi ini adalah surat cinta
untuk masa lalu sekaligus peringatan untuk tidak melihat terlalu jauh ke
belakang atau terjebak dalam nostalgia tak berkesudahan. dan yang paling
terpenting, film ini didedikasikan untuk Diana salah satu pemeran dalam film
ini yang sudah tiada.
Edgar Wright dikenal sebagai sutradara Inggris bertalenta
yang mempunyai gaya khas dalam membuat
film seperti editing cepat, musik yang enak didengar, dan sinematografi yang
unik. Beberapa karyanya diantara
lain adalah Hot Fuzz, Baby Driver, Shaun of the Dead, At Worlds End, Scott
Pilgrim versus the World. Yang terakhir saya sebutkan, saya kurang menyukainya
karena aneh. Naskahnya ditulis
bersama Krysty Wilson-Cairns yang pernah menggarap 1917. Untuk urusan
Sinematografi Edgar merekrut Chung-hoon
Chung yang pernah menangani Oldboy, Handmaiden, dan It. film ini sebenernya
sudah rampung pada tahun 2020 lalu, tepatnya di bulan Agustus 2020. Namun
sayang karena di negara kita masih kena pandemi, akhirnya film ini di undur 1
tahun. dan tepatnya saat ini akhirnya penantian Edgar terbayarkan sudah. dan
perlu diketahui bahwa film ini diberi rated D17+ yang dimana film ini tidak
dikhususkan untuk semua umur.
Last Night in Soho menceritakan Thomasin McKenzie (Elouise)
seorang mahasiswa mode yang ingin meraih
mimpi menjadi seorang perancang
busana dengan pergi ke London.
Elouise sendiri belom pernah ke London dan ia selalu dibayang-bayangi masa
lalunya yang kelam ketika Ibunya meninggal Bunuh Diri. Sayang pengalaman
pertamanya tiba di London memberikan kesan paranoid ketika supir taksi yang
hendak mengantarnya ke Asrama menunggunya sampai ia keluar dari Toko tempat
Elouise diturunkan. Sesampainya di Asrama ia mendapat roomate, Jocasta (Synnove Karlsen) yang
tidak menyukainya dan kerap mempermalukan dirinya di depan teman
teman lain. Pada suatu pesta yang digelar di Asrama, Jocasta membawa seorang
Pria kedalam kamarnya untuk bercinta sehingga Elouise terpaksa harus tidur di luar kamar.
Elouise yang sudah tak tahan dengan kelakuan Jocasta yang merasa jijik
dengannya mulai mencari kamar apartemen kecil di Soho agar bisa tidur tenang
dan fokus dengan kuliahnya.
Semenjak dirinya menempati kamar di Soho ia mulai mendapati
dirinya kembali ke tahun 1960
dimana Elouise berubah
menjadi seorang gadis berambut pirang bernama Sandie (Anya Taylor Joy). Awalnya
Elie dibuat terlena
dengan kehidupan glamour yang dijalani Sandie sebagai bintang panggung. Elie menjadikan Sandie sebagai sosok panutan
dalam kehidupannya yang tidak mempunyai teman. Ia bahkan merubah rambutnya yang
gelap menjadi kuning keemasan dan tampil percaya diri untuk mewujudkan mimpinya
sebagai Fashion Designer. Lambat laun dia mulai ketakutan diikutin
sekelompok bayangan lelaki dengan
sosok gelap tanpa wajah
yang mengikutinya kemana saja.
Semakin hari Elie semakin tidak nyaman dan frustasi dengan mimpi nya sebagai
Sandie. Ia pun mengajak John (Michael Ajao) teman kuliahnya, seorang pemuda
berkulit hitam yang selalu baik terhadap dirinya untuk menemaninya tidur di
kamar, namun Elie malah melihat hal yang lebih mengerikan ketika melihat cermin
dimana bayangan dirinya yang berubah menjadi Sandie dibunuh secara sadis oleh
pacarnya, Jack (Matt Smith).
Wright menggunakan cermin untuk refleksi kedua gadis ini. Cara mereka berjalan dan menirukan
wajah satu sama lain benar benar sinkron. Keduanya tampak alami memainkan
adegan yang sama, dan ini adalah bagian yang menarik dari film ini. Efek visual
berpadu dengan bidikan angle kamera dan set latar yang dibuat khusus mampu
membuat hasilnya terlihat mulus. salah
satu scene spektakuler di Soho adalah ketika Thomas McKenzie (Elouise) yang
bertransformasi menjadi Sandie (Anya Taylor Joy) berjalan dengan gaun vintage
dan rambut blonde ala sixtiesnya memasuki Cafe de Paris dimana jalan itu ramai
dilalui bus dan mobil tua, bahkan poster film besar James Bond Thunderball
terlihat disisi jalan. Wright berhasil menciptakan atmosfer kemewahan dan
kegembiraan pengalaman Elouise tahun 60an.
Ini adalah
film Wright yang paling unik karena pertama kalinya menampilkan wanita sebagai
tokoh utamanya. Ada Isu Me too
didalamnya. Isu yang cukup mengemuka di barat ketika banyak wanita sering
mendapatkan pelecehan seksual dari para Pria tempat mereka bekerja seperti yang
kita lihat dalam Bombshell. Butuh waktu cukup lama untuk membuat saya
penasaran dengan akhir ceritanya
karena Gaya Wright yang lambat dalam bertutur cerita di awal namun pelan pelan
memberikan misteri yang mengundang penasaran hingga akhir dan twist yang tidak
disangka-sangka. Soho menjadi berbeda dengan film Wright sebelumnya tapi
elemen ini biasa ditampilkan dalam film horor. Jangan kaget ketika menjelang akhir Anda akan
banyak melihat adegan gore sadis penuh darah.
Anya Taylor-Joy menjadi Sandie yang sempurna; gambaran ideal seorang wanita tahun 60-an dengan pakaian memikat dikhianati oleh pria yang dia percayai. Anya tampil sebagai penyanyi dan penari profesional, bahkan ia melakukan rekaman dengan suara sendirinya untuk lagu lawas “Downtown” sebagai soundtrack film ini. Untuk urusan musik Wright mempercayakan komposer pemenang Oscar Steven Price (Baby Driver) yang meng aransemen lagu nostalgia ala 60 an yang grande. Lagu berjudul You're My World menjadi sekuens scene megah saat Elouise berubah menjadi Sandie menyebrangi Jalanan Soho yang dipenuhi kemacetan. Bahkan saya sempat mengira ini adalah film musikal LaLaLand. Sebagai Eloise, McKenzie memiliki peran yang jauh lebih sulit. Karakternya tetap lemah lembut dan frustasi dikeseluruhan film. Adapun Jack, Matt Smith yang berperan sebagai pacar Sandie tampil mengesankan sebagai sosok gangster dengan stelan jas gelap. Kalau kalian perhatikan lebih detail hampir seluruh busana wanita di film ini berwarna cerah, berbanding terbalik dengan busana prianya yang berwarna abu-abu gelap. – Adi (Movieyoerzz)
Comments
Post a Comment